Selasa, 17 November 2015

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

A.    PENGERTIAN ETIKA
Dari asal-usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik perkembangan etika yaitu studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), Etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Sehingga, Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.

B.     ETIKA PROFESI AKUNTANSI MENURUT IAI
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
   1.   Prinsip Etika, prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan        pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh          anggota.
   2.   Aturan Etika, aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan   yang bersangkutan.
  3.  Interpretasi Aturan Etika, Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan  yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak  berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk          membatasi lingkup dan penerapannya.

C.    PRINSIP ETIKA PROFESI AKUNTAN
Menurut Mulyadi (2001: 53), kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut:

1.   Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2.   Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

3.   Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

4.   Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

5.   Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.

6.   Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7.   Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8.   Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

D.    ETIKA DALAM AUDITING
Etika dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

         1.      Peranan etika dalam profesi audit
·      Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi.
·     Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan  standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
·      Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
· Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
·   Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit.

2.      Pentingnya nilai-nilai etika dalam auditing :
·      Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi.
·   Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan  standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
·    Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
·   Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.

KASUS:
Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004

Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.

PENDAPAT:

Berdasarkan kode etik, perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan karena beberapa alasan, antara lain penyuapan bagian dari pelanggaran kode etik, analisa selanjutnya adalah auditor tidak seharusnya melakukan komunikasi atau pertemuan dengan pihak yang sedang diperiksanya. Tujuan yang mulia seperti menguak kecurangan yang dapat berpotensi merugikan negara tidak seharusnya dilakukan dengan cara- cara yang tidak etis. Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi. Auditor dalam hal ini tampak sangat tidak bertanggung jawab karena telah menggunakan jebakan  uang untuk menjalankan tugasnya sebagai auditor
Maka dari itu, berdasarkan kasus yang terjadi pada kasus Mulyana W Kusuma dapat disimpulkan bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi diantaranya sebagai berikut:

1. Kepentingan Publik
Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan publik dikarenakan diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasarkan pada prinsip hati-hati, auditor BPK telah secara serampangan menjalankan profesinya.

2. Integritas
Dari sudut pandang etika profesi, auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu dengan menggunakan jebakan imbalan uang untuk menjalankan profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika dalam benaknya sudah ada pemihakan pada salah satu pihak, yaitu pemberi kerja dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi.

3. Objektivitas
Pada kasus ini, auditor telah memihak salah satu pihak dengan berpendapat telah ada kecurangan. Ketika prinsip objektivitas ditiadakan, maka kinerja auditor tersebut sangat pantas diragukan. Sebagai seorang auditor BPK seharusnya yang dilakukan adalah bahwa dengan standar teknik dan prosedur pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan.

4. Kompetensi dan kehati- hatian professional
Auditor dianggap tidak mampu mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional sampai dia harus melakukan upaya penjebakan untuk membuktikan kecurangan yang terjadi.

5. Perilaku Profesional
Dalam kasus ini kembali lagi kepada tanggung jawab moral seorang auditor di seluruh Indonesia, termasuk dari BPK harus sadar dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat memegang amanah dari rakyat untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang dikelola berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel, dan transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini.

6. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Dalam hal ini seorang akuntan dituntut untuk melakukan penyusunan laporan keuangan harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, yakni sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Namun pada kenyataannya dalam kasus Mulyana W Kusuma, dapat dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah pihak, pihak ketiga (auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU, sama-sama tidak etis. Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa atau pihak penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusuma, walaupun dengan tujuan ‘mulia’, yaitu untuk mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi di tubuh KPU.

SARAN:
Segala kasus yang merupakan pelanggaran kode etik baikya ditindak secara adil menurut hukum sesuai dengan undang-undang agar tidak terjadi pro dan kontra berbagai phak yang dirugikan karena adanya perbedaan pendapat seperti pada contoh kasus diatas. Dan Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi.

Referensi:
https://ikesetiani.wordpress.com/2015/04/27/kasus-mulyana-w-kusuma-anggota-kpu-tahun-2004/
http://latihanetikaprofesi.blogspot.co.id/2013/04/kasus-mulyana-w-kusuma.html