Dari asal-usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang
berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik perkembangan etika yaitu studi
tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang
berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), Etika
adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Sehingga, Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk,
tentang hak dan kewajiban moral.
B.
ETIKA
PROFESI AKUNTANSI MENURUT IAI
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan
aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik,
bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
1. Prinsip Etika, prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang
mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika
disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota.
2. Aturan Etika, aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
3. Interpretasi Aturan
Etika, Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya.
C.
PRINSIP ETIKA PROFESI AKUNTAN
Menurut Mulyadi (2001: 53), kode etik akuntan Indonesia memuat
delapan prinsip etika sebagai berikut:
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,
setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan
bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus
berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
D.
ETIKA DALAM AUDITING
Etika
dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi,
dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut,
serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
1.
Peranan etika dalam profesi audit
· Audit membutuhkan
pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi.
· Masyarakat menuntut
untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar kualitas yang
tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
· Itulah sebabnya profesi
auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan
panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
· Standar etika diperlukan
bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan
menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
· Kode etik atau aturan
etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor profesional dalam
mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit.
2.
Pentingnya nilai-nilai etika dalam auditing :
·
Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan
komitmen moral yang tinggi.
· Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik
dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia
mengorbankan diri.
· Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan
standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan
audit
· Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor
memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan
benturan-benturan kepentingan.
KASUS:
Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai
seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan
audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk
pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan
teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta
dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK
sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk
teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa
kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai
dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar
penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan
penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam
penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut
versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh
saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan
mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak
berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap
kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya
melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik
akuntan.
PENDAPAT:
Berdasarkan kode etik, perbuatan tersebut tidak dapat
dibenarkan karena beberapa alasan, antara lain penyuapan bagian dari
pelanggaran kode etik, analisa selanjutnya adalah auditor tidak seharusnya
melakukan komunikasi atau pertemuan dengan pihak yang sedang diperiksanya.
Tujuan yang mulia seperti menguak kecurangan yang dapat berpotensi merugikan
negara tidak seharusnya dilakukan dengan cara- cara yang tidak etis. Tujuan
yang baik harus dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang
menjaga, menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada etika profesi. Auditor
dalam hal ini tampak sangat tidak bertanggung jawab karena telah menggunakan
jebakan uang untuk menjalankan tugasnya sebagai auditor
Maka dari itu, berdasarkan kasus yang terjadi
pada kasus Mulyana W Kusuma dapat disimpulkan bahwa telah terjadi adanya
pelanggaran kode etik profesi akuntansi diantaranya sebagai berikut:
1. Kepentingan Publik
Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan publik
dikarenakan diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit
keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang
dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi
informasi. auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasarkan pada
prinsip hati-hati, auditor BPK telah secara serampangan menjalankan profesinya.
2. Integritas
Dari sudut pandang etika profesi, auditor tampak tidak
bertanggungjawab, yaitu dengan menggunakan jebakan imbalan uang untuk
menjalankan profesinya. Auditor juga tidak punya integritas ketika dalam
benaknya sudah ada pemihakan pada salah satu pihak, yaitu pemberi kerja dengan
berkesimpulan bahwa telah terjadi korupsi.
3. Objektivitas
Pada kasus ini, auditor telah memihak salah satu pihak dengan
berpendapat telah ada kecurangan. Ketika prinsip objektivitas ditiadakan, maka
kinerja auditor tersebut sangat pantas diragukan. Sebagai seorang auditor BPK
seharusnya yang dilakukan adalah bahwa dengan standar teknik dan prosedur
pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar
mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana
tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan.
4. Kompetensi dan kehati- hatian professional
Auditor dianggap tidak mampu mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan professional sampai dia harus melakukan upaya penjebakan untuk
membuktikan kecurangan yang terjadi.
5. Perilaku Profesional
Dalam kasus ini kembali lagi kepada tanggung jawab moral seorang
auditor di seluruh Indonesia, termasuk dari BPK harus sadar dan mempunyai
kemampuan teknis bahwa betapa berat memegang amanah dari rakyat untuk
meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang dikelola berbagai pihak telah
digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel, dan transparan, maka
semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini.
6. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Dalam hal ini
seorang akuntan dituntut untuk melakukan penyusunan laporan keuangan harus
sesuai dengan standar teknis yang berlaku, yakni sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan. Namun pada kenyataannya dalam kasus Mulyana W Kusuma,
dapat dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah pihak, pihak ketiga
(auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU, sama-sama tidak etis. Tidak etis
seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa atau pihak
penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang sebagaimana
terjadi pada kasus Mulyana W Kusuma, walaupun dengan tujuan ‘mulia’, yaitu
untuk mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi di tubuh KPU.
SARAN:
Segala
kasus yang merupakan pelanggaran kode etik baikya ditindak secara adil menurut
hukum sesuai dengan undang-undang agar tidak terjadi pro dan kontra berbagai
phak yang dirugikan karena adanya perbedaan pendapat seperti pada contoh kasus
diatas. Dan Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara-cara, teknik,
dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung, menjalankan dan mendasarkan pada
etika profesi.
Referensi:
- https://ikesetiani.wordpress.com/2015/04/27/kasus-mulyana-w-kusuma-anggota-kpu-tahun-2004/
- http://latihanetikaprofesi.blogspot.co.id/2013/04/kasus-mulyana-w-kusuma.html
Referensi:
- https://ikesetiani.wordpress.com/2015/04/27/kasus-mulyana-w-kusuma-anggota-kpu-tahun-2004/
- http://latihanetikaprofesi.blogspot.co.id/2013/04/kasus-mulyana-w-kusuma.html